Kamis, 23 Desember 2010

PUISI JURIG KEONG RACUN


Ini anggur dari daerah Corsica
sudah 20 tahun disimpan dalam gudang.
tentunya enak kalau kita habiskan berdua
untuk sekedar melepas rindu
untuk merayakan perjumpaan kita yang terakhir.
setelah ini engkau akan pergi jauh ke seberang
setelah ini akan aku rindukan setiap malam untuk berjumpa tatap
dengan senyummu.
Wahai Guinevere mari minum anggur ini
segelas berdua, kita rasakan dari gelas yang sama
setiap tetesan rasa dan hangat yang tercipta
untuk menghidupkan bara kecintaan yang
akan lama teruji dalam perpisahan.
Anggur ini semakin merah
merona seperti senyum kecilmu yang manis.
(Katjha/Semarang/Desember 2009)

Meratap sepi
bersama derak-derak ombak kecil
berlabuh bersama angin sepoi
menggoyangkan pucuk-pucuk tiang kapal.
Senja telah usang bersama keremangan
yang tak kunjung mencerahkan kerinduan
dan sejumpuk asa tentang kecintaanku.
Di pelabuhan ini
kembali rindu merona menjadi desah-desah kapal
menghantam dinding-dinding pelabuhan
mengetuk rindu untuk Tuan Syahbandar.
Di pelabuhan ini melepas harapan
mengkandangkan rindu untuk
masa yang tak pasti, berlayar
dalam damai yang tak kunjung menyala
dalam setiap desahan api kecintaan yang yang ingin
terbakar bersama rindunya
menjadi cinta yang satu dan setia.
Di pelabuhan ini
belum ada apa-apa,
sebuah tanda dan kata-kata
dari Tuan Syahbandar.
(Katjha/Banten/November/2010)

dingin, kering dan semilir angin menyayat.
bagai tembang biduan yang telah beranjak sepi.
Sungguh malam ini terlalu santun untuk pejalan jalang,
lihatlah di sudut atap rumah di ujung tikungan
sepasang lampion melambai terdera angin malam
yang berdebu.
kelip-kelip cahaya di dalamnya ikut bergoyang
bagai lambaian tangan yang menyapa
setiap pejalan yang tiap malam melintas
tikungan jalan itu.
Lampion yang sepi, berkabar
tanpa kata berayun melambai.
kemudian sepi,
sepasang lampion berkabar
dari gadis manis penghuni rumah di tikungan jalan
kepada setiap pejalan yang melintas
kepada mereka yang ingat nama itu
“bunga kerinduan”
(Katjha/April 2009/Semarang)




seperti aku menulis sajak dengan tinta hitam dalam kertas yang putih
tinta demi kata kutorehkan karena ada gumpalan sesak di hati
tak ingin rasanya berhenti untuk menulis puisi
namun apa daya, yang tertulis selalu hitam dalam putih
seharusnya itu pula yang meyakinkan aku
kenyataan lebih pahit dari sebuah harapan
dalam diam kubercanda dengan asiknya kata
dalam diam kumenangis dengan senyumanku
seperti pula nada terdengar lirih
membuat jiwaku terhenyak


Kenapa engkau tergoda gerak lincah
seekor kijang kencana
ketika kita semua bersepakat untuk hidup melarat
dan terbuang di hutan dandaka.
Kenapa dalam laku miskin yang kita jalani
sebagai bentuk kesetiaan pada keyakinan
engkau terbutakan kemewahan.
Shinta, dia si iblis Rahwana tau engkau akan tergoda
engkau pasti terbujuk oleh muslihatnya.
sedangkan aku juga tahu sebatas mana engkau kuat
menanggung setia.
Kita akan terpisah lama…. aku tahu itu
aku pun akan marah, setelah engkau dapat
kuambil kembali engkau harus melewati api suci ku.
salah kah aku yang menghendaki demikian???
(Katjha/Oktober/2010/Tuban)

Melabuhkan Kata-kata

by KATJHA on NOVEMBER 11, 2010

Kata berbuah senyum,
seulas, merona
Tatap mata terpancar
hinggap pada ketegaran
bersatu dengan sosok berjalan
pelan, kemudian menghilang
dalam samar bayang-bayang siang.
Kata telah berlabuh, tertambat senyum.
Dia telah mengerti,
untuk menjadi hati dan kasih tak terpisahkan.
Melabuhkan kata, melabuhkan hati.
(Katjha/Oktober/2010/Ngawi)

Menunda Sepi

Senyum masih tersimpan
masih bersambut, oleh sepi
dan kerentaan yang menjadi riang.
Canda tawa dan rinai kecil tawa kita
terderai bersama-sama,
lahir pada sebuah perjumpaan.
(November/2009/Katjha/Lampung Barat)

melangkahku dalam keremangan senja
saat rasa membayang pada hati yang penuh kelembutan
seulas senyum dalam keindahan
senja merambat malam, membawa seribu tanya dan resahku
memaknai mimpi-mimpiku yang hanya tentangmu
kau masih ada dan akan selalu ada dihati dan jiwaku
sesaat pernah kita rasakan cinta kita yang penuh ujian
kitapun berhasil melewatinya
gelora kasih kita begitu kuat laksana tali pengikat
sementara taburan bintang menyaksikan dan rembulan malam menjadi teman
sebagai saksi bisu akan bertautnya dua hati yang ingin selalu mengisi dan memberi cinta kasih dilubuk hati
ada hadirmu warnai hari-hariku
ketika sukmaku lara dalam penantian panjang
ada lembutmu menyapa kegalauanku dan kegelisahan dikerinduanku
ayat-ayat keindahan cinta yang telah kau lafadzkan padaku
mengugah hatiku untuk terus berharap lebih tentang keabadian kasih ini
cinta…..
akankah senyum itu selamanya hanya untukku…?
masihkah rindumu adalah milikku…?
aku tak ingin bermimpi,
aku tak mau hal yang tak pasti…
karena amanat cinta haruslah nyata
agar senantiasa damaikan jiwa
terima kasih cinta…
untuk segenap rasa yang engkau beri untuk diriku….
_i love you a’ard_



KISAH CINTA 
Senandungku
Tentang cerita kelak
Kau dan aku
Membuatku bermimpi indah
Melayangkan harapan
Pada langit khayalan…
Bersama angin
Engkau membenamkan hujan
Dalam gelisah langit malam
Ketika bintang tak berpendar
Selayaknya angan
Kumeminta…
Atas nama cinta
Yang membisik perlahan
Di relung pelangi
Jadikan nyata
Semua semburat jingga
Di langit senja…
Biar lembayungnya
Menaungi sisa malam
Menemani, kau dan aku…

Makna sebuah idealisme

by JUST_ME on NOVEMBER 22, 2010

Dan kamu bilang kamu telah cukup banyak mengajariku tentang idealisme
Tentang kekuatan sebuah karakter untuk bertahan dalam situasi paling pelik sekalipun
Kupikir…
Mendengar kalian bicara di masa lalu itu
Tentang arti sebuah bangsa dan koar-koar makna kebangsaan
Sudah cukup membekaliku menghadapi rimba kehidupan di masa depan
Masih kuingat…
Teriak-teriak lantangmu di hadapan masa yang membajir peluh di bawah terik matahari
Menyuarakan tentang semangat untuk merubah bangsa ini
Yang kecintaamu kala itu dipersembahkan dalam makna sebuah orasi
Kukira…
Itu cukup untuk mengeraskan niatku menjadi karang agar tak terhempas oleh roda birokrasi
Oleh abrasi budaya tak pantas bangsaku
Itu mimpi saudaraku
Kuberitahu hari ini! Itu tak ada arti temanku!
Tak ada harga sebuah idealisme di sini
Di sini kamu akan hidup untuk bertahan mengais sebuah kesempatan demi sekedar menggelar apa yang disebut setitik aktualisasi keilmuan
Di sini pembelajaranmu akan menjerit karena ia kini diabaikan…
Disisihkan… Dilupakan… Dan ia menangis…
Idealisme itu kawanku… Runtuh! Gugur di hari pertama aku duduk di kursi ini!
Di pojok ruangan itu, air mataku meleleh, karena aku tak minta banyak pada republik ini
Hanyalah agar aku jadi makhluk berguna bagi tanahku dilahirkan
Rupiah bukan urusan utama bagiku, meski aku tak bilang aku tak butuh
Tapi aku mau berguna bagi negeriku ini dan melihat ke belakang 30 tahun kemudian, negeriku menjadi lebih layak untuk ditinggali, menjadi lebih pantas untuk dibanggakan, menjadi lebih utama untuk diperhitungkan…
Bukankah masih segar segala pikuk itu di tahun lalu
Jiwa-jiwa mahasiswa yang menggelora dan bertekad sekeras baja
Tapi…
Hari ini temanku, kamu… dan aku…. telah menjadi bagian dari sebuah institusi
Tempat di mana integritas dan profesionalisme kita abdikan dalam pertukaran yang disebut gaji bulanan
Atau sebuah status… atau sebuah gengsi… atau sebuah kebanggaan…
Mungkin sebagian dari kita cukup beruntung untuk hidup dan mengabdi yang juga mampu memuaskan rasa idealisme dan kepuasan pribadi
Namun untukku teman, itu sebuah kemewahan yang harus kuperjuangkan dengan sangat keras, perjuangan yang seringkali, membuatku merasa lemah dan tidak mampu untuk menang, bahkan menyangkal bahwa ini tanah perjuanganku… Penyangkalan temanku! Hingga sebuah penyangkalan akhirnya tersirat dalam pikiran dan nuraniku saking aku merasa tak berdaya di sini…

merenung dalam senja merah
mengingati perbedaan sejalan dua arah
cerita dalam untaian nada manis cinta
manis dan merdu bak dendang irama
dan ketika lara pedih datang menggapai
serasa pilu menyeruak dihati
kita sejalan namun perbedaan mewarnai
keindahan lalu terbelerai kini
walau ku tak ingin lara kian merusak nada
walau rasa cinta setetes masih tertinggal disana
namun harus kuibaskan nada manis irama cinta
Kasih….
jalan barumu semoga membahagiakanmu
cintamu tetap menjadi bagian dalam hidupku…
_lembayung kelam_



tika jumpa pertama denganmu,
seakan engkau merupakan sosok terbaik bagi diriku
hingga hampir disetiap malam kuusik tidurku dengan balutan mimpi bersamamu
kehadiranmu sempat membuat hatiku luruh,
aku yang egois, kaku bahkan dingin
akhirnya terlalas jua oleh pujuk dan rayumu
hingga hampir genap 4 tahun kita bersama-sama meracik mimpi harapan masa depan
dan disitu akhirnya kutemukan keretakan yang tak pernah kubayangkan sebelumnya
tak terlintas walau hanya dalam angan dan mimpiku
sungguh hadirmu kusangka kan mampu menjadi pengobat rana diri
namun ternyata kau hiris hatiku,,
pilu kian bertambah perih digigir jiwaku
semudah kau ucapkan janji-janji manis lewat mulutmu yang penuh kepura-puraan
segugus asa dan harapku yang bersemi kini terkulai kelemasan lagi
melolong sengit anganku bagaikan nyanyian asmara buta
disisa waktuku ini
dari lubuk hati kupinta padamu…
jangan kau ulangi perbuatanmu jika kau telah menemukan kekasih barumu….
_kelam09_


hitam
kubisa melihat tanganku memegang kedua bola mataku
meraba merasakan hening tembok kehidupan
sedingin es hingga nafasku berwarna
putih
hingga paru-paruku dapat merasakan dinginnya
mendengar jeritan
seolah tak asing bagiku
suara itu
akankah aku menjerit pula seperti itu
perlahan samar dan hilang
karena ku tahu darah mengalir deras dari dalam telingaku
menjerit tak terdengar
aku tak tahu lagi dengan bahasa apa lagi
agar mereka yang diluar sana dapat mendengarku
ku hanya bisa membuka mulutku dan tak dapat mengeluarkan suara
karena ku tahu lidah dan pita suaraku sudah tak aku miliki
lumpuh tak kentara
tulang kakiku hingga syarafnya
terurai berhambur keluar
aku menyeretnya lewat jalan berbatu menanjak
ku tahu di ujung itu ada gerbang putih
perlahan ku tahu
aku tak lagi miliki rasa sakit
perlahan ku tahu
aku mulai terbiasa
perlahan ku tahu
aku tak lagi miliki hidup
berjuntai dagingku bisa kulihat
dan derasnya aliran darah dari nadiku bisa kuminum
aku masih hidup dalam kematian
tak peduli tangan ini putus
untuk membebaskan jeratan dari rantai ini
kali ini kucoba menjaga hati ini
dengan sekuat tenagaku
hingga tak ada satupun melukainya
bahkan menyentuhnya
menyeret sisa tubuhku ke gerbang putih
hingga tanganku meraih pegangan gerbang itu
dan tak bisa terbuka
AKUUU MAUUU KELLLUARRRRRRRRRRRRRRR…
ada tawa kecil di seberang sana
ada seseorang memainkan kunci gerbang itu
tersenyum mengejekku
perlahan mendekatiku
dengan sisa tubuhku
aku menjaga hati ini
hingga akhirnya
pisaunya mengiris tipis leherku
dan keluar darah
aku sekarat
namun tetap kujaga rapat hatiku
pikirku saat nafas-nafas terakhirku
saat aku mati dan kaku
ada hati merah merona dalam genggamanku
membuat sesuatu nampak hidup kembali
membuat sesuatu sempurna
siapakah layak milki itu
siapakah layak menggantiku tuk menjaga itu
siapakah layak ??
dan aku lemas dan mati
hingga ajalku
hingga ruhku meninggalkan seonggok daging itu
ada tawanya kubawa terngiang di telingaku

Duka Yatim-Piatu…

by LEMBAYUNG on NOVEMBER 17, 2010
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (34 votes, average: 3.68 out of 5)
sejak dia terlahir kedunia
hidup yang ditahu hanyalah seonggok penderitaan
juga kesepian yang selalu menemani hati,
tiada mengenal cinta, kasih dan sayang
dari ayah dan bunda yang mengukir jiwa
nasib yang malang dialaminya
dikucilkan dari pergaulan karib sebaya
diibarat sudahlah jatuh masih tertimpa tangga
siapa kini merasa iba
dari jiwanya yang gersang…
tiada seorangpun mendekat memperkenalkan diri padanya…
siapa yang salah…?!
jikathatinya membeku tak kenal haru…
wajahnya angkuh tanpa senyuman..
sekeras baja tak bisa ditekuk..
sekokoh karang tak bisa digoyang…
harus bagaimana kini…
mendengar penjelasan dia tak mau mengerti…
menerima pendapat dia tak mau tahu…
memahami orang lain tak pernah dikenal…
dia selalu dan senantiasa ada dalam kesepian…
sendiri…
sunyi dan sepi….


Sosok tua yang lugu dan sederhana
tersenyum ramah kepada siapa saja,
kini telah tiada, berpulang dengan kesetiaan
yang teguh terpegang.
Dia tidak akan meninggalkan amanat yang diembannya
Dia tidak akan meninggalkan merapi
apa pun yang terjadi.
hidup baginya adalah kesetiaan
kepada panggilan jiwa.
pengabdianya bukan kepada penguasa
tetapi kepada hati nurani
yang ingin selalu berdampingan dengan alam
untuk menerima segala marah dan keramahan merapi.
Mbah …. setelah berpulang
engkau akan menjadi inspirasi jutaan orang
untuk setia pada langkah hati dan gerak tulus nurani
untuk menjaga alam dan laku teguh pada pendirian.
Mbah …. aku ingin sepertimu
ibarat seorang prajurit,
kematian yang utama baginya adalah di medan tugas
bukan di tempat tidur pembaringan yang nyaman.
Mbah … pulanglah dengan damai
istirahatlah dengan senyum mu yang sederhana dan tulus.
Mbah … semangatmu senantiasa kami bawa
untuk menjadi inspirasi dan penerang hati dan jiwa-jiwa
kami yang terkadang rakus dan angkuh.
Selamat jalan Mbah Maridjan  ….
(Katjha/Mengenang Mbah Maridjan/November 2010/Jogjakarta)


Ah, senyumu itu membuatku terhenti
sejenak kutatap engkau
sekilas sudut matamu mengintip
aku yang terdiri di tepi jalanan ini.
Dari sebuah kios pedagang burung
kulihat engkau duduk dan mengawasi  jalanan.
Aku lihat engkau berambut sebahu dan berbaju merah.
Kudekati kios pedagang itu
aku bertanya “ini namanya burung apa?”
Dia tersenyum sambil menatapku
“ini namanya burung Rengganis”
Ah, manis sekali nama burung itu
seperti senyum gadis yang menjualnya.
Aku masih ingat jalanan di tengah hutan itu,
senyum manis yang sederhana
masih membayang dalam benakku
setiap kali kudengar burung rengganis
yang kubawa dari kios pedagang burung di tengah hutan itu
berkicau dan melompat-lompat lincah dalam sangkarnya.
Ah, senyum manis yang sederhana, lugu
tapi jujur … kapan aku dapat melihatnya lagi?
Sudahlah esok biar menentukan jalannya sendiri,
sekaranga kupelihara burung Rengganis ini
sebaik dan sesayang mungkin
sebagai kenangan momen itu.
(Katjha/Oktober 2010/Ngawi)






ANWAR KENG RACUN 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar